Adi Rio Arianto (atau A.R. Arianto, disingkat “ARA“; dikenal sebagai Penggagas “Mazhab Manunggalisme Politik” atau “Filsafat Politik Ariantonian”; lahir di Demak, Jawa Tengah, Indonesia, pada hari Rabu Pahing, 20 Januari 1988, Tahun Naga; Kebangsaan Indonesia; Negarawan Indonesia; Agama Islam; Suku Jawa; Keturunan Kejawen Singodrono dan Walisongo di Demak) adalah Filsuf Indonesia, Ilmuwan Hubungan Internasional, dan Matematikawan[1][2][3].
Dalam Bidang Ilmu Hubungan Internasional, Arianto memiliki kepakaran dalam bidang Keamanan Internasional, Perang, Militer, Pertahanan, Maritim, dan Siber.
Arianto adalah Tokoh Penggagas Manunggalisme pada Era Manunggal yang menandai gerakan “Pemurniaan” dunia pada awal Abad ke-21.
Dalam kajian Filsafat, Arianto adalah anggota Mazhab Indonesia.
Adi Rio Arianto (Filsuf Indonesia, Ilmuwan Hubungan Internasional, dan Matematikawan). Foto diambil: November 2013, Grha Sabha Pramana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Dalam dunia akademik, Arianto adalah Koordinator Keamanan Internasional (KI) pada Program Studi Hubungan Internasional di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta , dan dosen Politik Internasional pada Program Studi Hubungan Internasional di Universitas Satya Negara Indonesia.
Pada tahun 2017, Arianto menggagas berdirinya Komunitas Indonesia untuk Kajian Keamanan Internasional (KI-KKI) yang bersinergi dengan Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII).
Arianto terlibat aktif dalam Studi Keseimbangan (Evolusi Teorama Al-Jabar ke Teorama Arianto), Studi Kekuatan (Evolusi Geopolitika ke Geometripolitika), dan Studi Keamanan (Evolusi 8 medan Keamanan Dunia: studi tentang luas, kecepatan, percepatan, dan volume keamanan).
Pemikirannya, Manunggalisme bersandar pada Matematika, Ilmu Kekuasaan (Politika), Ilmu Bumi (Geopolitika), Astronomi (Astropolitika), dan Geometri (Geometripolitika).
Gagasan Manunggalisem menandai lahirnya sudut pandang HI Indonesia mewakili perspektif Hubungan Internasional (HI) sebagai Pemikir Mazhab Jakarta di pentas dunia.
Pada tahun 2016-2018, Arianto merintis pendirian Arianto Institute (AI.ID), bersamaan dengan lahirnya gagasan Manunggalisasi (atau era Pemurnian), dan gerakan Arahindonesia yaitu sebuah Gerakan Keamanan Antarbangsa (GKA) yang diperkenalkan oleh Arianto sesuai dengan Visi, Misi, dan Mandat UUD 1945 untuk menyongsong arah perkembangan—evolusi, kemajuan, dan kematangan pemikiran—prinsip politik luar negeri Indonesia melalui gagasan diplomasi manunggal dan memahami proyeksinya ke dunia luar sebagai sebuah “kompas” masa depan dunia, mengantarkan Indonesia mencapai “Indonesia Handayani Manunggal” dunia sebagai Pemimpin Kawasan menuju Pemimpin Dunia Abad ke-21, Abad ke-22 hingga Abad ke-28. Pemikiran Indonesia Handayani Manunggal dilakukan untuk membangun kesatuan dunia dalam prinsip-prinsip ketaatan, ke-Bhineka-an, dan gotong royong.
Adi Rio Arianto dalam seminar internasional “Posisi Indonesia Dalam Dinamika Tatanan Global: Refleksi 65 tahun Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif”, Yogyakarta, 2 September 2013
Arianto memiliki slogan universal,
bahwa:
“Indonesia Harus Memimpin Dunia, Oleh Karena Itu, Indonesia Harus Berani Mendefinisikan Ulang Dunia Abad 21. Berangkat dari pemikiran ini, Indonesia harus aktif mendorong rekonstruksi terhadap Evolusi Prinsip Politik Luar Negeri Indonesia: dari Prinsip “Indonesia Bebas Aktif” ke Prinsip “Indonesia Handayani Manunggal.”
juga,
“Sesungguhnya pada abad ini dan mendatang, Indonesia harus berani mengambil tanggung jawab penuh membangun keabadian Manunggal sepanjang sejarah dunia di Era Manunggal. Indonesia harus berani mengambil tanggung jawab penuh dalam memimpin dunia Abad 21. Oleh karena itu, Indonesia harus berani mendefinisikan ulang dunia Abad 21. Indonesia harus berani menjadi pelopor bagi kepemimpinan Bangsa Manunggal atas penguasaan 8 matra wilayah dunia: darat, laut, udara, bawah tanah, khatulistiwa, siber, ruang hampa, dan galaksi.”
dan,
Itulah sebabnya mengapa Indonesia bersama Bangsa Manunggal lainnya menggunakan “sudut pandang” Manunggalisme untuk mendobrak, mengubah, dan mengarahkan sistem politik universal masa depan dari Atlantika menuju Manunggalika melalui gagasan “Indonesia Handayani Manunggal” yang meliputi lima pilar, yaitu: (1)Episentrum Maritim Dunia, (2)Ekuilibrium Daratan Dunia, (3)Arsitektum Khatulistiwa Dunia, (4)Geopolitikum Benua Indonesia, dan (5)Geometripolitikum Daerah Manunggal Dunia (Manunggalika). Kelima pilar ini telah termaktub dalam prinsip “Indonesia Handayani Manunggal” yang akan mengangkat Indonesia sebagai Kekuatan Dunia Abad ke-21, Abad ke-22 hingga Abad ke-28, dst.”
Arianto aktif dalam Kajian Keamanan Internasional (KKI), meliputi: Kajian Perang, Militer, Pertahanan, Lingkungan Strategis, Geometripolitika, Keamanan Maritim, dan Keamanan Siber.
Adi Rio Arianto meraih Gelar “Master of Arts (MA.)” dari Program MAIR “Master of Arts in International Relations” Pascasarjana Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 20 Oktober 2015
Adi Rio Arianto memperoleh gelar Master (S2) “Master of Arts in International Relations (M.A.)” dari Program MAIR “Master of Arts in International Relations” Pascasarjana Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada melalui Program Beasiswa Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN 2013-2015) dalam konsentrasi Politik Internasional dengan spesifikasi Kajian Keamanan Internasional: Perang, Militer, dan Pertahanan. Arianto berhasil lulus di wisuda periode I angkatan XXIII dengan predikat “Tesis Terbaik” sekaligus “Lulusan Terbaik” Angkatan atas Master Tesis “Konfigurasi Geopolitik Eropa: Jerman dan Arsitektur Keamanan Eropa Pasca Perang Dingin”. Gelar ini diraih dengan lulus Yudisium Master (S2) dengan nilai Tesis A.
Arianto, sebelumnya telah meraih gelar Sarjana (S1) “Sarjana Ilmu Hubungan Internasional (S.IP)” dari Program Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin melalui Program Beasiswa Bantuan Masuk Universitas (BMU 2008-2012) dalam konsentrasi yang sama, yaitu Politik Internasional dengan spesifikasi Kajian Keamanan Internasional: Perang, Militer, dan Pertahanan. Arianto berhasil lulus di wisuda periode I angkatan XXIV dengan predikat “Cumlaude” sekaligus “Lulusan Terbaik” atas Sarjana Tesis “Arsitektur Keamanan Eropa: Rivalitas Prancis-Amerika Serikat di North Atlantic Treaty Organization (NATO) Pasca Perang Dingin.” Gelar ini diraih dengan lulus Yudisium Sarjana (S1) dengan nilai Tesis A.
Adi Rio Arianto bersama Prof. Susanto Zuhdi, MA. Dalam wawancara Keamanan Indonesia di Kementerian Pertahanan RI terkait Riset “Kekuatan Militer Indonesia di Asia Tenggara.” Jakarta, 9 Februari 2012
Adi Rio Arianto bersama Atase Pers Prancis Dominique Roubert dalam momentum Riset “Rivalitas Prancis-Amerika Serikat di North Atlantic Treaty Organization (NATO) Pasca Perang Dingin”, wawancara tentang Evolusi Kebijakan Keamanan Prancis di NATO. Jakarta, 8 Februari 2012
Meraih Program Beasiswa Pascasarjana Dalam Negeri Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (BPPDN-DIKTI 2013-2015) melanjutkan studi Magister di Program Master of Arts in International Relations (MAIR), Pascasarjana Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, 01 Sep 2013-20 Okt 2015
Adi Rio Arianto adalah Bapak Manunggalisme. Foto diambil: Januari 2017, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Adi Rio Arianto adalah Filsuf, Matematikawan, dan Penggagas Filsafat Manunggalisme. Dalam kajian filsafatnya, “Manunggalisme”, Arianto menguraikan tujuh struktur analisis pokok pemikiran filsafatnya yaitu:
Pertama, Mazhab Manunggalisme Politik (Manunggalisme) yang mengulas “Manunggalisme: Asal Usul Pemikiran, Moral Standar Alamiah, dan Prinsip-Prinsip Dasar Kekuasaan Manunggal Manusia Gotong Royong”
Kedua, Sistem Kemanusiaan Dunia (Adimanusiawi)
Ketiga, Sistem Keamanan Dunia (Geometripolitika) yang mengulas “Keamanan Siber Menuju Perang Geometri Antarbangsa: Geometripolitika dan Arsitektur Keamanan Dunia Era Manunggal Abad 21”
Keempat, Pembentukan “Daerah Atlantik Dunia (Atlantika)
Kelima, vis-à-vis “Daerah Manunggal Dunia (Manunggalika)”
Keenam, proyeksi “Perang Geometri Antarbangsa (Mahadata) sebagai “Perang Besar Dunia Abad 21”, dan
Ketujuh, Pemerintahan Adibumi Manunggal (Adibumi)
Mewakili pemikirannya, Adi Rio Arianto adalah Bapak Manunggalisme. Manunggalis Abad ke-21.
Dalam melihat Tatanan Dunia Abad 21, “Manunggalisme” berposisi diluar “Positivisme” dan “Pascapositivisme”, sekalipun ada irisan dengan Filsafat “Teori Politik ke-4” dari pemikiran Filsuf Alexander Dugin (Rusia), yaitu “The Fourth Political Theory: Beyond Left and Right but Against the Center” yang disebut dengan istilah “Eurasianisme.” Manunggalisme––bersandar pada dasar-dasar Matematika Murni––berusaha mewakili Sekolah Indonesia (Mazhab Indonesia) mengimbangi Sekolah Inggris (Mazhab Inggris), Sekolah Amerika (Mazhab Amerika), Sekolah Denmark (Mazhab Kopenhagen), Sekolah Kanada (Mazhab Kanadian), Sekolah Rusia (Mazhab Moskow), dan Sekolah Jerman (Mazhab Frankfurt).
Arianto aktif memantau kemajuan Keamanan Dunia abad 21, 22-28, meliputi : (1)menghitung kekuatan bangsa-bangsa (manifestasi Geometripolitika); (2)menganalisa Penyusutan Kekuatan Barat (manifestasi Atlantika); (3)membangun “Arsitektur Keamanan Dunia DHD-TRIIMAAE yaitu Tiongkok, Rusia, Indonesia, India, Iran, Mongolia, dan Mesir + Asia, Afrika, dan Eurasia” menuju “pemimpin regional” dan “pemimpin antarbenua” sebagai calon pemimpin global masa depan (manifestasi Manunggalika); dan (4)menganalisa pergeseran politik dan keamanan dunia dari Atlantika ke Manunggalika (manifestasi Mahadata), didukung oleh fenomena Manunggalisasi di awal abad ke-21, berupa manunggalisasi kekuatan PERBARA (ASEAN), BRICS, dan G20 didahului oleh penyusutan kekuatan NATO, UE, dan G8.
Arianto aktif mengamati pertumbuhan “Kepemimpinan Paralel Dunia”, yaitu Geometripolitik Ekuilibrium, Geometripolitik Episentrum, dan Geometripolitik Arsitektum. Ini dimanifestasikan dalam fenomena Poros Maritim Dunia (Indonesia) dan perimbangannya Poros Daratan Dunia (Rusia-Tiongkok), serta Poros Lintang Dunia (Indonesia) dan perimbangannya Poros Bujur Dunia (Inggris). Arianto terus aktif mendorong pembaharuan Teori-Teori Hubungan Internasional pada Abad ke-21.
Pemutakhiran terkini | Jakarta, 20 Januari 2020